Rancangan KUHP (BUKU I BAB IV)


BUKU KESATU
KETENTUAN UMUM


BAB I
BAB II
BAB III : PEMIDANAAN PIDANA DAN TINDAKAN

BAB IV : GUGURNYA KEWENANGAN PENUNTUTAN DAN PELAKSANAAN PIDANA


Bagian Kesatu
Gugurnya Kewenangan Penuntutan


Pasal 145
Kewenangan penuntutan gugur jika:
a. telah ada putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. terdakwa meninggal dunia;
c. daluwarsa;
d. penyelesaian di luar proses;
e. maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang dilakukan hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II;
f. maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III;
g. Presiden memberi amnesti atau abolisi;
h. penuntutan dihentikan karena penuntutan diserahkan kepada negara lain berdasarkan perjanjian;
i. tindak pidana aduan yang tidak ada pengaduan atau pengaduannya ditarik kembali; atau
j. pengenaan asas oportunitas oleh Jaksa Agung.


Pasal 146
(1) Pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 huruf e dan huruf f serta biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah dimulai dibayarkan kepada pejabat yang berwenang dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan.
(2) Jika dijatuhi pidana perampasan maka barang yang dirampas harus diserahkan atau harus dibayar menurut taksiran pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika barang tersebut sudah tidak berada dalam kekuasaan terpidana.
(3) Jika pidana diperberat karena pengulangan maka pemberatan tersebut tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan lebih dahulu gugur berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Pasal 145 huruf c dan huruf d.

Pasal 147
Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam satu perkara yang sama jika untuk perkara tersebut telah ada putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 148
Apabila putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 berasal dari hakim luar negeri maka terhadap orang yang melakukan tindak pidana yang sama tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
a. putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum;
b. telah selesai menjalani pidana mendapatkan grasi yang membebaskan terpidana dari kewajiban menjalani pidana atau pidana tersebut daluwarsa.

Pasal 149
(1) Kewenangan penuntutan gugur karena daluwarsa:
d. sesudah lampau waktu 1 (satu) tahun untuk tindak pidana yang dilakukan dengan percetakan;
e. sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun untuk tindak pidana yang hanya diancam dengan pidana denda atau semua tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun;
f. sesudah lampau waktu 6 (enam) tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun;
g. sesudah lampau waktu 12 (dua belas) tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 (tiga) tahun;
h. sesudah lampau waktu 18 (delapan belas) tahun untuk tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
(2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun tenggang waktu gugurnya kewenangan menuntut karena daluwarsa menjadi 1/3 (satu per tiga).

Pasal 150
Daluwarsa dihitung sejak tanggal sesudah perbuatan dilakukan kecuali:
a. tindak pidana pemalsuan atau merusak mata uang daluwarsa dihitung 1 (satu) hari berikutnya sejak tanggal setelah orang yang bersangkutan menggunakan mata uang palsu atau yang dirusak untuk melakukan pembayaran;
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 560 Pasal 561 Pasal 562 Pasal 563 dan Pasal 566 daluwarsa dihitung 1 (satu) hari berikutnya sejak tanggal setelah korban tindak pidana dilepaskan atau mati sebagai akibat langsung dari tindak pidana tersebut.

Pasal 151
(1) Tindakan penuntutan menghentikan tenggang waktu daluwarsa.
(2) Penghentian tenggang waktu daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal setelah tersangka mengetahui atau diberitahukan mengenai penuntutan terhadap dirinya yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Jika penuntutan dihentikan maka mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.

Pasal 152
Jika penuntutan dihentikan untuk sementara waktu karena ada sengketa hukum yang harus diputuskan lebih dahulu maka tenggang waktu daluwarsa penuntutan menjadi tertunda sampai sengketa tersebut mendapatkan putusan.

Bagian Kedua
Gugurnya Kewenangan Pelaksanaan Pidana


Pasal 153
Kewenangan pelaksanaan pidana gugur jika:
a. terpidana meninggal dunia;
b. daluwarsa eksekusi;
c. terpidana mendapat grasi dan amnesti;
d. rehabilitasi; atau
e. penyerahan untuk pelaksanaan pidana ke negara lain.

Pasal 154
Jika terpidana meninggal dunia maka pidana perampasan barang tertentu dan/atau tagihan yang telah disita tetap dapat dilaksanakan.

Pasal 155
(1) Kewenangan pelaksanaan pidana penjara gugur karena daluwarsa setelah berlaku tenggang waktu yang sama dengan tenggang waktu daluwarsa kewenangan menuntut ditambah 1/3 (satu per tiga) dari tenggang waktu daluwarsa tersebut.
(2) Tenggang waktu daluwarsa pelaksanaan pidana harus melebihi lamanya pidana yang dijatuhkan.
(3) Pelaksanaan pidana mati tidak mempunyai tenggang waktu daluwarsa.
(4) Jika pidana mati diubah menjadi pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) maka kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena daluwarsa setelah lewat waktu yang sama dengan tenggang waktu daluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf e ditambah 1/3 (satu per tiga) dari tenggang waktu daluwarsa tersebut.

Pasal 156
(1) Tenggang waktu daluwarsa pelaksanaan pidana dihitung sejak tanggal putusan hakim dapat dilaksanakan.
(2) Jika narapidana melarikan diri sewaktu menjalani pidana maka tenggang waktu daluwarsa dihitung sejak tanggal narapidana tersebut melarikan diri.
(3) Jika pembebasan bersyarat terhadap narapidana dicabut maka tenggang waktu daluwarsa dihitung 1 (satu) hari sejak tanggal pencabutan.
(4) Tenggang waktu daluwarsa pelaksanaan pidana ditunda selama:
a. pelaksanaan pidana tersebut ditunda berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau
b. terpidana dirampas kemerdekaannya meskipun pencabutan kemerdekaan tersebut berkaitan dengan putusan pidana lain.



Comments